PAMEKASAN – Bau anyir bisnis gelap di Bumi Gerbang Salam semakin menyengat. Para pengusaha nakal di Kabupaten Pamekasan terus menjamur dan merajalela menjalankan usaha haram berupa produksi serta peredaran rokok ilegal dan rokok berpita cukai salah peruntukan. Celakanya, lembaga yang seharusnya menjadi benteng hukum Bea Cukai Madura, justru dinilai tutup mata dan telinga.
Di bawah kepemimpinan Novian Dermawan, Bea Cukai Madura disebut hanya berani menggertak rakyat kecil, dengan operasi yang menyasar toko-toko kelontong di pinggiran kota.
Namun ketika berhadapan dengan bandar besar yang menguasai peredaran rokok ilegal di Kabupaten Pamekasan, lembaga ini justru bungkam dan tak bertaring.
“Mereka datang ke warung-warung kecil dengan membawa plastik kresek dan kamera, seolah-olah menegakkan hukum. Tapi di balik itu, para bandar besar tetap santai tertawa, memproduksi dan mengedarkan rokok ilegal dalam skala besar. Ini penghinaan terhadap negara,” ujar seorang sumber yang enggan disebut namanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bebasnya peredaran rokok ilegal di Pamekasan kini menjadi tamparan keras terhadap komitmen Presiden Prabowo Subianto yang berulang kali menegaskan tekadnya untuk memberantas segala bentuk kejahatan tanpa pandang bulu.
Program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang menghabiskan dana miliaran rupiah setiap tahun pun kini dianggap hanya menjadi ajang seremonial tanpa hasil.
Buktinya, peredaran rokok ilegal justru semakin meluas dan terorganisir.
Aktivis Peduli Bea Cukai, Ahmadi, menyayangkan lemahnya kinerja Bea Cukai Madura di bawah kepemimpinan Novian Dermawan. Menurutnya, lembaga yang seharusnya menjaga marwah hukum kini justru kehilangan arah dan keberanian.
“Saya sangat menyayangkan kinerja Bea Cukai di bawah kepemimpinan sekarang. Mereka lebih sibuk pencitraan di depan kamera ketimbang menindak bandarnya. Bea Cukai seolah hanya berani pada rakyat kecil tapi takut pada pemodal besar,” tegasnya.
Ia menambahkan, apa yang terjadi di Madura adalah bentuk kegagalan moral dan pengawasan.
“Kalau rokok ilegal masih bebas diproduksi di Pamekasan, itu artinya ada pembiaran. Ini bukan lagi kelemahan sistem, tapi tanda ada permainan kotor di dalam tubuh Bea Cukai sendiri.” tukasnya.
Ia juga mendesak Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar turun langsung ke lapangan, bukan hanya percaya pada laporan indah dari pejabat bawahannya.
“Kalau Menteri Keuangan tidak segera bertindak, berarti pemerintah ikut menutup mata. Padahal Presiden Prabowo sedang berjuang membangun wibawa hukum. Tapi di Madura, wibawa itu ditampar habis-habisan oleh aparatnya sendiri!” ujarnya.
Kian hari, Pamekasan tak lagi dikenal sebagai “Bumi Gerbang Salam”, melainkan pusat gurita bisnis rokok ilegal yang menampar wajah hukum dan menodai semangat reformasi penegakan hukum nasional. Selama Bea Cukai Madura masih “tidur nyenyak”, para bandar akan terus berpesta, dan hukum hanya jadi hiasan di spanduk sosialisasi.
Penulis : Redaksi