PAMEKASAN – Di tengah gembar-gembor Presiden Prabowo Subianto soal komitmen penegakan hukum tanpa pandang bulu, realitas di lapangan justru seolah menampar wajah pemerintahannya sendiri. Di Kabupaten Pamekasan, Madura, rokok bodong merek “Bintang” yang diduga kuat milik seorang pengusaha berinisial IP di Desa Duko, Kecamatan Larangan, tetap bebas beredar tanpa sentuhan hukum sedikit pun.
Padahal, produk ilegal itu secara terang-terangan diproduksi tanpa pita cukai, bahkan disebut telah beredar luas hingga ke luar daerah, termasuk ke wilayah Lampung dan Sumatera. Namun, hingga kini, Bea Cukai (BC) Madura yang dipimpin oleh Novian Dermawan tampak enggan bergerak.
Alih-alih membongkar gudang atau pabrik rokok ilegal, Bea Cukai Madura justru lebih getol menggerebek pedagang kecil di toko-toko kelontong. Operasi dilakukan dengan gaya gagah berani membawa plastik kresek berisi beberapa bungkus rokok sitaan seolah-olah berhasil menumpas kejahatan besar.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal, di saat yang sama, para bandar besar tetap aman, nyaman, dan tertawa di balik asap bisnis haramnya.
“Bea Cukai Madura ini sepertinya hanya berani kepada rakyat kecil, sementara nyalinya ciut menghadapi pengusaha besar. Yang aneh, rokok ilegal yang diproduksi di depan mata justru dibiarkan,” ujar seorang warga Desa Duko yang enggan disebut namanya, Rabu (8/10/2025).
Warga itu juga menduga adanya “main mata” antara Bea Cukai dan bandar rokok ilegal.
“Saya menduga Bea Cukai dan pengusaha rokok ilegal itu sudah saling mengerti. Yang penting sama-sama cuan, negara rugi belakangan,” tambahnya.
Ironisnya, beberapa waktu lalu, Bea Cukai Madura justru tampil di panggung sosialisasi “Budayakan Rokok Legal” yang digelar di Hotel Frontone & Azzana, Pamekasan.
Lewat Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan, Andru Iedwan Permadi, mereka menekankan bahaya rokok ilegal bagi ekonomi nasional.
Namun, di lapangan, fakta bicara sebaliknya rokok ilegal justru tumbuh subur di bawah hidung Bea Cukai Madura.
“Rokok ilegal adalah ancaman nyata terhadap penerimaan negara,” kata Andru kala itu.
Sayangnya, ancaman itu kini bukan hanya datang dari pengusaha nakal, melainkan dari pembiaran aparat Bea Cukai sendiri.
Menanggapi lemahnya tindakan Bea Cukai, Aktivis Peduli Bea Cukai, Ahmadi, menilai kinerja lembaga itu kini tak produktif dan kehilangan arah.
“Kinerja Bea Cukai di bawah kepemimpinan sekarang sangat tidak produktif. Mereka seperti hanya mengejar pencitraan, bukan penegakan hukum. Kalau memang tak mampu, bubarkan saja Bea Cukai Madura!” tegasnya.
Menurutnya, kondisi ini menjadi tamparan keras bagi pemerintahan Prabowo, karena janji menegakkan hukum hanya sebatas retorika.
“Presiden Prabowo tegas bicara penegakan hukum, tapi di bawahnya lembaga seperti Bea Cukai malah seolah melindungi kejahatan ekonomi. Ini preseden buruk bagi citra pemerintahan baru,” pungkasnya.
Kondisi ini seharusnya menjadi alarm keras bagi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Publik menuntut agar ia turun langsung ke Madura, memeriksa dugaan pembiaran yang mencoreng nama Kementerian Keuangan.
Sebab, bebasnya produksi dan peredaran rokok ilegal di Pamekasan bukan hanya soal pelanggaran cukai, tapi bukti lemahnya penegakan hukum di era pemerintahan Prabowo.
“Kalau hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, jangan salahkan rakyat kalau akhirnya kehilangan kepercayaan,” ujar NG, warga Pamekasan.
Rokok ilegal merek “Bintang” milik Haji IP di Larangan kini menjadi salah satu simbol betapa lemahnya pengawasan Bea Cukai Madura. Sementara rakyat kecil diburu dengan razia plastik kresek, para bandar besar tetap leluasa menumpuk kekayaan dari pelanggaran hukum yang terang benderang.
Penulis : Redaksi