PAMEKASAN — Rokok ilegal merk “Geboy” yang ditengarai milik Haji F, pemilik PR Sekar Anom di Desa Blumbungan, Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan, terus beredar luas tanpa hambatan. Meski telah lama menjadi buah bibir dan sorotan publik, Bea Cukai (BC) Madura di bawah komando Novian Dermawan justru terkesan menutup mata dan enggan menindak tegas.
Ironisnya, justru Kanwil Bea Cukai Jateng-DIY yang berhasil mengungkap dan menangkap pengiriman rokok Geboy di Semarang pada Agustus 2025, sementara markas produksi dan penimbunannya di Pamekasan tetap aman dan tenang.
“Rokok Geboy ini bukan rahasia lagi. Semua orang di Madura tahu siapa pemiliknya dan di mana diproduksi. Tapi Bea Cukai pura-pura tidak tahu. Ini bukan soal tidak mampu, tapi tidak mau,” ujar NN, warga Pamekasan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menilai, Bea Cukai Madura di bawah pimpinan Novian Dermawan hanya berani melakukan operasi ke toko-toko kelontong kecil yang menjual eceran, bukan menembus pabrik dan gudang besar tempat produksi rokok ilegal berlangsung.
Sementara, Aktivis Peduli Bea Cukai, Ahmadi menyebut, dalam beberapa pekan terakhir, operasi yang dilakukan terkesan seremonial hanya menyasar warung kecil, membawa plastik kresek berisi barang bukti beberapa bungkus rokok tanpa cukai, sementara bandar besar tetap dilindungi oleh diamnya aparat.
“Kalau cuma berani ke toko kecil, bubarkan saja lembaga itu! Kinerja Bea Cukai di bawah pimpinan sekarang ini sama sekali tak produktif,” tegasnya.
“Rakyat sudah bosan jika menerus melihat oknum aparat yang gagah di depan pedagang, tapi ciut di depan bandar,” tambahnya.
Fenomena bebasnya rokok Geboy di Kabupaten Pamekasan seolah menunjukkan bahwa daerah berjuluk Bumi Gerbang Salam kini menjadi sarang gurita bisnis rokok ilegal.
Produksi dan distribusi rokok tanpa cukai tidak hanya mencoreng penegakan hukum, tetapi juga menggerogoti pendapatan negara serta memukul pabrikan legal yang taat aturan.
Sumber lapangan menyebut, penimbunan besar rokok Geboy berada di Desa Tentenan, sementara distribusi barang dilakukan secara terstruktur melalui jaringan pengepul lokal di berbagai kecamatan.
Namun hingga kini, tidak ada tindakan nyata dari Bea Cukai Madura, yang seharusnya memiliki kewenangan penuh untuk menertibkan peredaran rokok ilegal di wilayahnya sendiri.
Kondisi ini menjadi tamparan keras bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang baru saja menegaskan tekad untuk memberantas segala bentuk kejahatan ekonomi, termasuk rokok ilegal.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dalam konferensi pers di Jakarta pada 22 September 2025, menegaskan bakal menyisir peredaran rokok ilegal hingga ke supplier, bahkan menyebut siap menindak siapa pun, termasuk oknum Bea Cukai, yang ikut bermain.
Namun fakta di lapangan berkata lain. Di Madura, bisnis rokok ilegal malah semakin subur, seakan menjadi tamparan telak bagi komitmen pemerintah pusat.
Program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang menelan dana miliaran rupiah tiap tahun digembar-gemborkan untuk edukasi dan pemberantasan rokok ilegal.
Namun kenyataannya, program itu tak ubahnya proyek seremonial, tanpa dampak signifikan di lapangan.
Produksi rokok ilegal malah semakin menggila, aparat justru semakin tumpul.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa didesak untuk menepati janjinya untuk menyapu bersih rokok ilegal sampai ke akar.
Jika perlu, turun langsung ke Madura untuk memastikan Bea Cukai Madura tak lagi bersembunyi di balik laporan manis.
“Kalau Menkeu dan pemerintah serius, jangan cuma bicara. Tunjukkan tindakan. Karena pembiaran ini sudah jadi cermin lemahnya nyali aparat di bawah. Jangan sampai hukum tampa hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” pungkasnya.
Penulis : Redaksi