Disusun oleh: Try Suci Fitriyanti
Manajemen Bisnis Syariah – Universitas Tazkia
Nasional – Di era modern, pilihan lembaga keuangan kian beragam. Selain perbankan konvensional yang telah lama dikenal, sistem perbankan syariah kini semakin menunjukkan eksistensinya. Fenomena “Switch to Syariah” bukan hanya tren, melainkan sebuah keputusan personal yang mendalam.
Seringkali, tindakan beralih dari bank konvensional ke bank syariah hanya dipandang sebatas urusan administrasi, yakni ganti buku rekening dan kartu ATM. Padahal, keputusan ini jauh lebih fundamental. Pindah ke bank syariah berarti menerima dan menerapkan sebuah “cara” berekonomi dan bertransaksi yang berbeda, berlandaskan prinsip-prinsip Islam yang mengatur hubungan antar manusia dalam aspek muamalah (transaksi) secara adil dan etis.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Prinsip dan Keunggulan Syariah
Perbedaan mendasar antara perbankan syariah dan konvensional terletak pada filosofi dan prinsip operasionalnya.
Bank konvensional beroperasi dengan prinsip ekonomi umum yang mengandalkan suku bunga sebagai basis keuntungan utama, sementara bank syariah diatur oleh hukum Islam dan diawasi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN), bersama dengan peraturan dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Transparansi dan Keadilan (Menghindari Riba, Gharar, dan Maysir)
Inti dari “ganti cara” dalam perbankan syariah adalah menjauhi tiga pilar larangan utama dalam Islam, yaitu:
• Riba (Bunga)
Bunga dilarang dalam sistem syariah jika didefinisikan sebagai peningkatan nilai tanpa imbal balik sepadan atau peningkatan yang diminta pemberi pinjaman terhadap nilai yang dipinjamkan.
Sebagai gantinya, bank syariah menerapkan sistem bagi hasil (Nisbah) atau margin keuntungan dari transaksi jual beli (Murabahah) atau sewa (Ijarah). Besaran bagi hasil tidak tetap di awal seperti bunga, melainkan bergantung pada kinerja usaha yang disepakati di awal akad sebagai presentase pembagian keuntungan.
• Gharar (Ketidakjelasan)
Semua transaksi dalam syariah harus jelas dan transparan. Tidak boleh ada unsur ketidakpastian yang dapat merugikan salah satu pihak.
• Maysir (Perjudian/Spekulasi)
Investasi atau transaksi yang mengandung unsur spekulasi tinggi yang serupa dengan perjudian dilarang karena tidak memberikan manfaat yang signifikan pada perekonomian riil.
Bank syariah menjanjikan sistem yang lebih adil dan transparan dengan mengubah hubungan mereka dengan pelanggan dari kreditur dan debitur seperti bank konvensional menjadi mitra, investor, dan pedagang.
Akad dan Struktur Keuntungan yang Berbeda
“Ganti cara” juga terlihat jelas dalam penggunaan Akad. Dalam bank syariah, setiap produk keuangan didasari oleh akad yang sesuai syariah, seperti:
• Titipan (Wadiah)
Digunakan untuk produk tabungan/giro di mana bank bertindak sebagai pihak yang dititipi dan menjamin keamanan dana, dengan bonus (jika ada) yang tidak diperjanjikan di awal.
Investasi (Mudharabah / Musyarakah)
Digunakan untuk produk deposito atau pembiayaan modal usaha, di mana nasabah dan bank berbagi keuntungan dan kerugian berdasarkan nisbah yang disepakati.
Keuntungan bank syariah tidak berasal dari membebankan suku bunga, melainkan dari hasil jual beli, sewa-menyewa, dan kemitraan usaha. Hal ini secara langsung mengarahkan perbankan syariah untuk fokus pada sektor usaha yang halal dan produktif, sesuai dengan tujuan ekonomi Islam untuk mencapai kemaslahatan umat.
Dampak Lebih Luas
Keberpihakan pada Sektor Riil
Keputusan “Switch to Syariah” tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada ekosistem ekonomi. Karena bank syariah hanya dapat mengelola dana nasabah dan berinvestasi pada bidang usaha yang sejalan dengan prinsip syariah (bebas dari riba, judi, atau maksiat), maka sistem ini secara otomatis mendorong perputaran harta yang sehat dan mendukung sektor riil (jual-beli, produksi, jasa), bukan hanya perputaran di sektor finansial spekulatif. Ini sejalan dengan prinsip ekonomi syariah yang menekankan pada keadilan sosial dan kesejahteraan bersama, memastikan bahwa harta dikelola dengan etika dan memberikan manfaat yang berkelanjutan.
Penutup
“Switch to Syariah” adalah pernyataan komitmen. Bukan hanya sekadar mengganti logo bank atau nomor rekening, melainkan mengadopsi cara bertransaksi yang berlandaskan moral dan etika Islam. Bagi mahasiswa, memahami hal ini penting sebagai bekal pengetahuan tentang alternatif sistem ekonomi yang menawarkan transparansi, keadilan, dan keberpihakan pada sektor riil. Keputusan migrasi adalah upaya untuk membersihkan diri dari unsur riba dan praktik yang dilarang, sekaligus berpartisipasi aktif dalam sistem keuangan yang bertujuan untuk mencapai falah (kesuksesan dunia dan akhirat). Ini adalah panggilan untuk bertransaksi dengan kesadaran penuh bahwa setiap aktivitas ekonomi memiliki dimensi spiritual dan sosial.






