Padangsidimpuan, 28 Oktober 2025 — Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Padangsidimpuan di bawah naungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberikan klarifikasi resmi atas dugaan ketidaksesuaian prosedur dalam penerbitan Sertipikat Hak Guna Pakai atas lahan eks Polres Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara. Dan Surat Hal Guna Pakai tersebut sebagai dasar untuk membuat Sertifikat Hak Milik (SHM) Polres Kota Padangsidimpuan dan sekarang dalam proses.
Klarifikasi tersebut disampaikan melalui surat resmi bernomor UP.03.01/276-12.79/X/2025 tertanggal 21 Oktober 2025, yang ditujukan kepada Tim Pers Tabagsel — gabungan wartawan dari Sigapnews.co.id, SKU Demokratis, Mitrapolisi.id, dan Metropos24 — sebagai tanggapan atas permintaan informasi publik terkait status hukum lahan eks Sekolah Keluarga Perempuan (SKKP) atau SMKK/eks Kantor Polres Kota Padangsidimpuan yang kini ditempati kembali Polres Kota Padangsidimpuan untuk rencana membuat DAPUR MBG, kantor Satlantas polres kota Padangsidimpuan, yg sebelumnya sudah pernah ditinggalkan tahun 2024 setelah pindah Kantor ke eks kantor Polres Kabupaten Tapanuli Selatan yang berdomisili di wilayah kota Padangsidimpuan.
Kepala Kantor Pertanahan Kota Padangsidimpuan, Agustina Harahap, S.T., menegaskan bahwa seluruh proses penerbitan sertipikat dilakukan sesuai ketentuan hukum dan mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Seluruh tahapan dilakukan sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku. Tidak ada intervensi, pemaksaan, atau manipulasi data,” tegas Agustina.
Menurutnya, pengajuan Sertipikat Hak Guna Pakai dilakukan oleh Polres Kota Padangsidimpuan atas nama Pemerintah Republik Indonesia, disertai berkas permohonan resmi, bukti penguasaan aset, serta pencatatan aset yang sah. Setelah dilakukan pengukuran lapangan dan pemeriksaan oleh Panitia A, diterbitkanlah Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Pakai sesuai ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1960, PP Nomor 24 Tahun 1997, PP Nomor 18 Tahun 2021, serta Peraturan Menteri ATR/BPN terkait pendaftaran tanah.
Agustina juga menjelaskan bahwa tanda tangan Lurah Wek II dalam dokumen bukan merupakan bukti kepemilikan, melainkan bagian dari risalah Panitia A yang ditandatangani setelah sidang selesai.
Sebelumnya, Tim Pers Tabagsel telah melayangkan surat resmi bernomor 065/PERS/MP-LP/X/2025 tertanggal 17 Oktober 2025 kepada Badan Keuangan Daerah (BKD) dan Kantor Pertanahan Kota Padangsidimpuan. Surat tersebut meminta klarifikasi atas dugaan ketidaksesuaian prosedur dan status aset eks Polres Kota Padangsidimpuan, yang diduga sebelumnya merupakan aset Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum dialihkan ke Pemerintah Kota Padangsidimpuan dan selanjutnya digunakan oleh Polres.
Dalam suratnya, Tim Pers juga meminta salinan Berita Acara Penyerahan Dokumen Aset Nomor 028/874/2017 antara Pemkab Tapanuli Selatan dan Pemko Padangsidimpuan, sesuai amanat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Namun di sisi lain, muncul klaim dari pihak warga yang menyatakan bahwa lahan dan bangunan eks Polres Padangsidimpuan merupakan tanah adat milik keluarga almarhum Opseichter Pachruddin Harahap, bukan aset pemerintah atau yg di miliki oleh eks SKKP Kab. Tapanuli Selatan dan bukan milik SMKN 3 Kota Padangsidimpuan.
Hal ini diungkapkan oleh F. E. K. Harahap, cucu dari almarhum, yang menuturkan bahwa lahan tersebut dulunya merupakan gudang kopi milik keluarga mereka, dibangun pada masa pemerintahan Belanda. Setelah kemerdekaan, bangunan itu dimanfaatkan untuk kegiatan sosial dan pelatihan pendidikan keluarga menyulam, menjahit, mengkait dan memasak yang diawali oleh istri dari Opseichter Pahruddin Harahap alias Sutan Diapari Harahap, kemudian menjadi Sekolah Kesejahteraan dan Kekeluargaan (SKKP/SMKK) atas izin keluarga.
“Sejak awal tanah dan bangunan itu bukan milik negara. Kami hanya mengizinkan penggunaannya untuk kegiatan pendidikan dan pemerintahan secara sementara. Tidak pernah ada hibah, jual beli, atau peralihan hak,” ungkap F.E.K. Harahap kepada awak media, Senin (27/10/2025).
Ia menambahkan, bahwa sekolah SKKP Kab. Tapanuli Selatan telah mengetahui bahwa tanah dan gedung awal sekolah tersebut bukan milik mereka dikarenakan sempat adanya sengketa antara SKKP Kab. Tapanuli Selatan Pada Tahun 1979 ( Sebelum pisah dan menjadi Pemko Padangsidimpuan) dengan Alm. Purn. AL Serma Samuel Harahap terkait tanah yang dijual di samping sekolah menjadi barisan ruko-ruko saat ini, sehingga terungkap lah semua tentang kronologis dan alas hak kepemilikan tanah adat milik Alm. Purn.AL Serma Samuel Harahap termasuk semua wilayah yang dipakai tanah dan gedung oleh Sekolah SKPP Kab. Tapanuli Selatan. Kemudian persengketaan ditengahi oleh Bupati Tapanuli Selatan saat itu. Akhirnya setelah mengetahui kehabsahan kepemilikan dari sekolah SKKP Kab. Tapanuli Selatan tidak ada, maka di minta pihak keluarga agar SKKP kab. Tapanuli Selatan untuk pindah dan semua lahan ditarik keluarga. Dengan demikian kira- kira kurang lebih tahun 1995 sekolah SKKP kab. Tapanuli Selatan pindah tempat sekolahnya ke lokasi yang sudah dibangun baru oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan di wilayah silandit, kecamatan Padangsidimpuan Selatan. Tanah, gedung bangunan yang ditambahi oleh SKKP ditinggalkan menjadi milik dari keluarga Alm. Purn. AL. Serma Samuel Harahap, serta lahan tersebut kosong selama kurang lebih 6 tahun sebelum tahun 2003.
Selanjutnya ditambahkan lagi oleh F EK HARAHAP sekitar kurang lebih tahun 2003 bangunan tersebut sempat digunakan Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan beberapa tahun sebelum pindah ke lokasi perkantoran Pemko Padangsidimpuan di pijorkoling, dimana pada saat itu Mara Gunung Harahap SE sebagai wakil Walikota Padangsidimpuan meminta ijin langsung kepada Alm. Purn. AL. Serma Samuel Harahap alias Baginda Paruhum Harahap disaksikan oleh anaknya F EK Harahap dan diperkirakan bulan September 2025 telah dikonfirmasi langsung oleh Lurah Wek 2 H.P Harahap SH, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan kepada mantan wakil walikota Padangsidimpuan mara gunung Harahap SE, dimana beliau mengakui pernah meminta ijin kepada pihak keluarga didepan beberapa saksi lainnya.
Serta setelah ditinggalkan oleh Dinas Pendidikan Pemko P. Sidimpuan, lahan dan bangunan dikembalikan ke pihak keluarga dan kosong selama kurang lebih dua tahun.
Kemudian akhirnya ditempati Polres Padangsidimpuan pada tahun 2006. Menurut pihak Keluarga, awalnya Polres Kota Padangsidimpuan tidak meminta ijin ke pihak keluarga, namun akhirnya setelah ditegor oleh langsung oleh Alm. Purn. AL Serma Samuel Harahap (semasa hidupnya), suasana panas perselisihan menjadi cair setelah pihak polres Kota Padangsidimpuan datang secara kekeluargaan meminta ijin utk memakai tanah dan bangunan eks SKKP Kab. Tapanuli Selatan yang telah lama kosong. Itu dilakukan atas dasar izin lisan dan kesepakatan kekeluargaan, dengan syarat gedung tidak boleh dibongkar, ditambah, atau disertifikat tanpa persetujuan keluarga.
Kini, keluarga Harahap menuding adanya dugaan ketimpangan dan penyimpangan prosedur dalam penerbitan sertipikat Hak Guna Pakai oleh ATR/BPN Kota Padangsidimpuan. Dan merujuk untuk proses pembuatan sertifikat Hak Milik (SHM) Polres Kota Padangsidimpuan. Mereka mempertanyakan dasar hukum dan kelengkapan dokumen yang digunakan, seperti surat girik, akta jual beli, atau surat hibah dari pemilik lahan.
“Yang kami pertanyakan, apakah BPN menerima dokumen resmi dari keluarga kami sebagai pemilik sah sebelum menerbitkan sertipikat? Kalau tidak, berarti prosesnya cacat hukum,” tegas F.E.K. Harahap.
Ia meminta BPN memberikan klarifikasi terbuka dan akurat sesuai Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
Seorang praktisi hukum dan pengamat sosial di Padangsidimpuan, O.H., S.H., menilai kasus ini menjadi potret lemahnya sistem administrasi pertanahan.
“Prosedur sertifikasi tanah harus transparan dan adil. Jangan sampai hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Bila ada keistimewaan dalam penerbitan sertifikat bagi instansi tertentu tanpa dasar hukum yang jelas, itu bentuk pelanggaran konstitusi,” ujarnya.
Sementara itu, sejumlah warga lainnya juga mempertanyakan apakah instansi pemerintah seperti Polres atau TNI dapat memperoleh sertifikat tanah tanpa dokumen dasar kepemilikan seperti surat girik atau akta jual beli.
“Kalau memang bisa seperti itu, harusnya BPN terbuka dan menjelaskan dasar hukumnya kepada publik. Jangan ada diskriminasi antara warga biasa dan lembaga negara,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Menutup klarifikasi, Kepala Kantor Pertanahan Padangsidimpuan berharap masyarakat memahami bahwa seluruh tahapan dilakukan sesuai regulasi dan tanpa penyimpangan.
“Kami berharap klarifikasi ini dapat meluruskan informasi yang beredar. Proses sertifikasi tanah dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai hukum,” pungkas Agustina Harahap.
Sementara itu, Tim Pers Tabagsel menyatakan akan terus mengawal perkembangan kasus ini sebagai bentuk fungsi kontrol sosial terhadap pengelolaan aset negara dan pelaksanaan keterbukaan informasi publik di daerah.
Penulis : Rahman






