Kediri, Detikzone – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Saroja mengundang berbagai elemen masyarakat untuk menghadiri Dialog Sarasehan membahas kondisi dan arah kebijakan Kota Kediri pascaperistiwa 30 Agustus 2025 lalu.
Kegiatan yang dilaksanakan Kamis, (25/9/2025) siang di Klothok Food Court (Timur Kampus UNIK dan BNN Kota Kediri), diskusi mengenai sikap, ide, gagasan, dan tindakan terhadap kondisi Kota Kediri. Dihadiri perwakilan mahasiswa kediri raya, LSM GMBI Distrik Kediri dan tokoh masyarakat lainnya.
Dalam undangan resmi bernomor 113/SAROJA/IX/2025, Ketua Saroja, Imam Sopi’i, bersama Dewan Pengawas, Supriyo, menegaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menghimpun sumbangsih pemikiran, gagasan, serta kerja sama antar elemen masyarakat, mahasiswa dengan Pemerintah Kota Kediri.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Melihat situasi dan kondisi Kota Kediri, baik pemerintahan maupun masyarakat saat ini pascaperistiwa 30 Agustus 2025, tentu membutuhkan sumbangsih pikiran, gagasan, dan kerja sama. Hal ini penting untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dalam menentukan arah kebijakan serta kehidupan masyarakat yang layak,” demikian tertulis dalam undangan tersebut.
Sementara itu, Ketua Bidang Partisipasi Hubungan Daerah HMI Cabang Kediri, Hilmi Izza M, juga menyoroti beberapa hal terkait arah pembangunan dan dukungan pendidikan di Kota Kediri.
“Kami (mahasiswa -red) ini idealisnya masih sangat kental, belum tercampur dengan urusan politik. Banyak teman-teman di UIN yang biasanya mendapatkan bantuan dari Kota Kediri sebesar enam juta per tahun, tetapi untuk tahun ini bantuannya dikurangi bahkan tidak cair. Ini menjadi salah satu catatan bagi kita semua, agar bagaimana Kota Kediri membangun masyarakatnya dibawa ke arah pendidikan yang layak sampai SMA atau Perguruan Tinggi,” ungkap Hilmi.
Terkait pembangunan fisik, Hilmi juga memberikan masukan mengenai proyek besar di Kota Kediri.
“Untuk pembangunan di Kota Kediri kami belum cukup mengetahui apa yang perlu dikritisi. Namun, kami mendapat informasi bahwa pembangunan Rumah Sakit Gambiran 2 menelan anggaran Rp100 miliar. Kami cukup kaget dengan anggaran sebesar itu, apalagi lahannya kurang luas. Menurut kami, anggaran tersebut perlu ditinjau kembali,” tambahnya.
Menanggapi pasca peristiwa, Aristo, Ketua Bidang Pengembangan Aparatur Organisasi HMI Cabang Kediri, menegaskan bahwa mahasiswa di Kediri tidak memiliki kecenderungan anarkis dalam menyikapi berbagai isu, termasuk kejadian 30 Agustus 2025 lalu.
“Saya melihat sampai hari ini mahasiswa di Kediri tidak pernah ada tendensius atau kecenderungan terhadap anarki, begitu juga dengan kawan-kawan Ormek (Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus -red) seperti HMI, PMII, GMII, dan lainnya. Saat berada di lokasi kejadian 30 Agustus lalu di Taman Sekartaji, saya pribadi sangat terkejut,” ujar Aristo.
Lebih lanjut kata dia, sudah waktunya generasi muda, khususnya mahasiswa, mampu memanfaatkan teknologi dan media sosial dengan lebih bijak. Media sosial jangan hanya dipakai untuk pamer kekayaan atau aktivitas pribadi, tapi untuk menjadi alat sosial kontrol dan menyuarakan tujuan bersama, terutama di Kota dan Kabupaten Kediri. Ia juga menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai agen perubahan.
“Memang kejadian tersebut menjadi penyesalan dan pembelajaran bersama. Kita sebagai mahasiswa harus menjadi sosial kontrol karena mahasiswa adalah pejuang kelas. Mahasiswa belum terbebani kewajiban ekonomi yang berat, sehingga masih bisa fokus memperjuangkan pendidikan, kekritisan, dan kepentingan publik. Maka sudah seharusnya mahasiswa memainkan peran sosial kontrol sebaik-baiknya di manapun berada,” tambahnya.
Dialog ini diharapkan dapat menjadi forum komunikasi yang konstruktif antara masyarakat, mahasiswa dan pemerintah, sehingga menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi, dan politik Kota Kediri ke depan.
Penulis : Bimo Gunawan
Editor : Redaksi