Blitar – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar menerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2025 sebesar Rp36.285.765.000. Jumlah ini meningkat sekitar Rp1 miliar dibandingkan tahun 2024. Namun, kenaikan ini disertai dengan regulasi baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2024. Peraturan tersebut mengatur lebih ketat mengenai pemanfaatan dana DBHCHT, termasuk prioritas penggunaan dan pelaporan yang lebih transparan.
“Untuk tahun 2024 lalu, Pemkab Blitar menerima DBHCHT sebesar Rp35.206.066.819. Sedangkan tahun 2025 ini, selain dana sebesar Rp36, 2 miliar tersebut, juga ditambah dengan silpa tahun lalu yang masih tersisa sekitar Rp 2 miliar dan kurang bayar yang telah diterima pada Februari 2025 ini sekitar Rp700 juta,” katanya.
Menurut Kabag Perekonomian Sekda Pemkab Blitar, Muhammad Badrodin, walaupun ada kenaikan penerimaan dana sekitar Rp1 miliar, namun alokasi anggaran banyak berubah sesuai dengan aturan terbaru yang diterapkan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dalam PMK nomor 72/2024 tentang Penggunaan DBHCHT tahun 2025 ini, ada perubahan pemanfaatan yang harus dilaksanakan semua Pemda. Yakni meniadakan posting anggaran untuk prioritas daerah, seperti untuk pembangunan infrastruktur dan pengadaan barang.” Kata Badrodin, Senin (5/5/2025).
Data Bagian Perekonomian Sekda Pemkab Blitar mencatat, pada pemanfaatan DBHCHT tahun 2024 lalu, anggaran untuk prioritas daerah mencapai Rp7,3 miliar. Diantaranya untuk pembangunan jembatan Kaligambir Kecamatan Panggungrejo menelan biaya Rp4 miliar, pengadaan 2 unit mikrobus pelajar sebesar Rp1,3 miliar. Kemudian pengadaan satu truk arm rool atau angkutan sampah senilai Rp720 juta dan enam unit kontainer sampah senilai Rp390 juta.
“Nah sesuai PMK 72 tahun 2024 itu, maka anggaran untuk prioritas daerah seperti pembangunan jalan di luar areal pertanian tembakau misalnya, sudah tidak diperbolehkan. Bisanya dialihkan ke kesehatan dan dukungan peningkatan kualitas bahan baku dan pelatihan,” jelas Badrodin.
Pada tahun anggaran 2025, tidak ada lagi nomenklatur kegiatan yang secara khusus mengacu pada prioritas dan kebutuhan daerah. Hal ini disampaikan oleh Badrodin yang menjelaskan bahwa jika pada tahun anggaran 2024 masih terdapat nomenklatur tersebut, maka pada 2025 pengalihan anggaran hanya diperkenankan untuk bidang kesehatan dan/atau kesehatan masyarakat lainnya.
Pengalihan anggaran juga diatur secara lebih ketat. Dari sebelumnya 10 persen untuk penegakan hukum dan 30 persen untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), kini dapat dialihkan menjadi 20 persen untuk kesehatan masyarakat di luar BLT, atau maksimal 40 persen untuk sektor kesehatan.
“Dengan skema alokasi anggaran yang baru—10 persen untuk penegakan hukum, 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, dan 40 persen untuk kesehatan—Dinas Kesehatan (Dinkes) sebagai stakeholder utama menerima anggaran tertinggi dibandingkan OPD lainnya, yakni sebesar Rp15,2 miliar,” ujar Badrodin.
Setelah Dinkes, anggaran terbesar selanjutnya diterima oleh Dinas Sosial (Dinsos) sebesar Rp8,8 miliar, DKPP sebesar Rp5,6 miliar, Disnaker Rp2,5 miliar, dan Satpol PP Rp1,8 miliar.
Sementara itu, beberapa OPD yang menerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di bawah Rp1 miliar antara lain Disperindag sebesar Rp800 juta, Bagian Perekonomian Rp300 juta, dan Diskominfo Rp875,198 juta.
Selain itu, alokasi anggaran DBHCHT ini disesuaikan dengan kinerja, program prioritas, serta efektivitas pelaksanaan kegiatan dari masing-masing OPD. Pemerintah daerah menekankan pentingnya penggunaan anggaran secara tepat sasaran, terutama dalam mendukung sektor kesehatan, kesejahteraan masyarakat, dan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.”Tutupnya.(Adv/Kmf)
Penulis : Basuki