JAKARTA, Detikzone.id- Berharap menikah dapat memberikan kebahagiaan, M (42), seorang arsitek, justru mengalami dugaan hujatan dan dugaan hinaan dari suami dan mertua. Sabtu (27/07)
M, ibu dua anak yang bekerja keras demi keluarganya, melaporkan pengalaman traumatisnya kepada Ketua Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRCPPA) Indonesia, Jenny Claudya Lumowa.
M mengungkapkan bahwa persidangan perceraiannya adalah pengalaman paling aneh yang pernah dialaminya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami dan keluarga tidak diizinkan atau diberi waktu untuk menjawab tuduhan. Saya merasa diframing oleh mantan suami saya dengan tuduhan yang tidak pernah saya lakukan,” kata M.
Selama sembilan tahun menikah, M mengaku tidak pernah mendapatkan nafkah dari suaminya, meskipun keluarga suaminya tergolong mampu dan berasal dari kalangan militer.
“Saya harus mencari nafkah untuk anak-anak saya, dan mendapat bantuan dari orang tua saya. Kami tinggal di rumah orang tua saya selama sembilan tahun dan masih menerima bantuan dari mereka,” jelasnya.
Ketika orang tuanya membelikannya mobil untuk mempermudah mobilitasnya, mantan suaminya mengklaim di depan publik bahwa dia yang membelikan mobil tersebut.
“Banyak perilaku aneh yang dia dan keluarganya lakukan terhadap saya. Mantan kakak ipar saya bahkan sering membawa pacarnya dan ribut di rumah orang tua saya,” tambah M.
M juga mengungkapkan bahwa mantan suaminya diduga sering memesan minuman keras dari Bali ketika dia pulang dari Jakarta. Kini, M kesulitan bertemu dengan anak-anaknya, dan akses kebebasannya untuk bertemu mereka dipersulit.
“Tuduhan saat persidangan bahwa saya operasi implan payudara itu tidak benar. Kami sempat diarahkan untuk konsultasi rumah tangga dengan psikolog, tetapi mantan suami saya tidak pernah hadir,” ujar M.
Hasil dari konsultasi psikologi forensik menunjukkan bahwa M mengalami depresi, sementara mantan suaminya diduga mengidap gangguan jiwa narsistik disorder.
Menurut Koordinator Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA), Jeny Claudya Lumowa selaku penerima kuasa pendamping M dalam melaporkan kasus ini dengan dasar Pasal 45 tentang kekerasan sikis dan verbal yang dialaminya.
Kisah ini bermula ketika M menghadapi tuduhan yang semena-mena dari mantan suaminya T, yang akhirnya menyebabkan dirinya kalah di Pengadilan Agama dan kehilangan hak asuh anak-anaknya.
“Semua tuduhan yang dilontarkan tidak memiliki dasar bukti yang kuat, namun Pengadilan Agama memutuskan untuk memberikan hak asuh kepada mantan suami M,” kata Jeny Claudya Lumowa. Sabtu (20/7).
Selama proses persidangan, mantan suami M kerap membawa nama salah seorang Jenderal.
Meski demikian, tuduhan perselingkuhan, penggunaan narkoba, dan konsumsi minuman keras tidak terbukti di pengadilan.
Dalam pernikahan yang berlangsung selama sembilan tahun, kata Jeny Claudya Lumowa yang akrab disapa bunda Naumi itu, mengungkapkan bahwa M tidak pernah menerima nafkah dari mantan suaminya dan tinggal bersama orang tuanya selama periode tersebut. Kebutuhan hidup mereka sepenuhnya ditanggung oleh orang tua M.
Kini, dengan didampingi Ketua Nasional TRC PPA, M melaporkan mantan suaminya ke Polres Jakarta Selatan.
“M hanya ingin mendapatkan kembali hak asuh anak-anak nya. Selama ini M telah mengalami kekerasan sikis dan verbal, dan saya berharap kasus ini bisa menjadi terang,” tegas Naumi.
Bunda Naumi mengaku belum tahu pasti pertimbangan Majelis Hakim terkait hak asuh anak.
TRC PPAI sampai saat ini masih menanti salinan putusan hak asuh anak untuk mengetahui apa saja pertimbangan Majelis Hakim menyerahkan hak asuh anak kepada T mantan suaminya.
“TRC PPAI juga mendampingi M selaku klien yang dituduh menggunakan narkoba, selingkuh, dan dituduh minum minuman keras, oleh mantan suaminya, sehingga M melaporkan mantan suami T ke Polres Jakarta Selatan didampingi TRC PPA,” ungkap bunda Naumi.
Hingga berita ini muat, belum ada keterangan resmi dari Pengadilan Agama, dan berita bersumber dari TRC PPA.
Penulis : TR