SUMENEP – Ironi di balik program Makan Bergizi (MBG) kembali mengusik nurani publik. Alih-alih menyehatkan, menu yang disajikan kepada anak-anak SD justru menimbulkan rasa iba dan kemarahan. Pada Kamis (30/12/2025), di SDN Pabian IV, para siswa hanya mendapat lauk ikan pindang kecil dan satu potong tempe goreng sebagai pelengkap menu makan siang.
“Ya siapa yang mau makan menu begitu, Mas. Saya tidak rela anak saya diberi makanan seperti itu,” ungkap L, seorang wali murid.
Bahkan ia menyebut, sebagian besar siswa kelas I dan II memilih tidak memakan menu makan siang tersebut. Bukan karena kenyang, tapi karena rasa dan tampilannya yang jauh dari layak konsumsi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Mirisnya, lantaran tidak dimakan, lauk tersebut akhirnya dibawa pulang oleh sejumlah siswa.
“Satu anak satu pindang dan satu tempe. Punya anak anak saya dibawa pulang. Kalau di sekolah lain katanya tidak boleh dibawa pulang, harus dihabiskan di tempat. Ini sangat sangat memprihatinkan,” sebutnya.
Bobroknya, kasus ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, menu Makan Bergizi di sekolah yang sama juga sempat viral karena menyajikan ayam keras seperti batu dan pisang busuk. Kini, masalah serupa kembali menuai polemik.
Tak berhenti di satu sekolah, salah satu wali murid SD di wilayah Kecamatan Kota Sumenep juga melaporkan kondisi serupa.
“Kok kambuh lagi ya? Ngasih makan gak benar ke anak. Baunya ikannya menyengat dan gak enak,” ujar salah satu orang tua siswa kepada Detikzone.id.
Padahal, program MBG lahir dari semangat luhur untuk menekan angka stunting dan memperkuat ketahanan gizi anak bangsa. Namun di lapangan, niat baik itu seakan berubah menjadi program formalitas yang kehilangan makna kemanusiaan.
Guru SDN Pabian IV, Muhammad Rofik, sebelumnya menegaskan agar penyelenggara program tidak asal memberi makanan.
“Sebelum diberikan ke anak-anak, sebaiknya dicicipi dulu. Kalau layak, silakan. Tapi kalau tidak layak, jangan diberikan. Anak-anak bukan bahan percobaan,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi lanjutan mengenai lauk MBG hari ini, Muhammad Rofik yang merupakan guru kelas VI membenarkan bahwa menu ikan pindang tidak banyak yang suka.
“Kalau di Kelas saya di makan, tapi anak anak tadi kebanyakan kurang suka katanya ikan pindang,” tegasnya.
Hingga berita ini terbit, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) wilayah setempat belum dapat dimintai keterangan karena keterbatasan akses komunikasi.
Program Makan Bergizi kini seakan kehilangan ruhnya. Bukan gizi yang sampai ke anak-anak, tapi rasa kecewa yang terus -menerus melahirkan kekecewaan bagi orang tuanya.
Jika pengawasan longgar, maka niat baik pemerintah akan berubah jadi simbol abai terhadap masa depan generasi muda.






