Sumenep, Detikzone.id- Kasus dugaan kriminalisasi terhadap jurnalis kembali terjadi, kali ini terjadi di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Wartawan yang hampir mati jadi korban dugaan pengeroyokan brutal oleh anak dan orang tua di dusun Taroh, Ambunten Sumenep yang lemot penanganan ternyata dijadikan tersangka oleh Polres Sumenep.
Padahal selama 6 bulan lamanya, wartawan menunggu kepastian hukum terkait laporan dirinya yang hampir tewas dikeroyok hingga babak belur oleh tetangganya yang merupakan anak dan orang tua bernama Abdurrahman dan Maulana Kholid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun celakanya, korban yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum malah ditetapkan sebagai tersangka lantaran ada laporan balik dari salah satu terlapor bernama Maulana Kholid.
Ketidakberesan penanganan perkara tindak pidana tersebut disinyalir berkonspirasi dan disetting oknum anggota Polres.
Kini, pelapor yang pada saat kejadian wajahnya robek hingga berdarah bahkan dirawat di Puskesmas selama 2 hari sama sama ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan terlapor yang katanya punya bukti visum memar 3 cm.
“Keduanya ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Kasi Humas Polres Sumenep, Widiarti. Jumat, 14/06/2024 saat dikonfirmasi mengenai tindak lanjut kasus pengeroyokan wartawan.
Kasus memalukan ini menambah daftar hitam adanya dugaan mafia hukum di Polres Sumenep.
Sementara, Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Drs. Imam Sugianto, M.Si saat dikonformasi menyatakan akan diteruskan ke Sumenep. “Saya teruskan ke Sumenep,” ujarnya singkat.
Kendati demikian, Kapolres Sumenep AKBP Henri Noveri Santoso, S.H., S.I.K., M.M masih belum memberikan tanggapan saat dikonfirmasi lebih lanjut mengenai penetapan tersangka terhadap wartawan yang sejak awal melakukan pelaporan dugaan pengeroyokan.
Sebelumnya, Kanit Idik III atau Kanit Pidter Satreskrim Polres Sumenep kepada wartawan mengatakan, dasar pelapor membuat laporan karena adanya dugaan penganiayaan.
“Bukti visumnya memar 3 cm dan saksinya ada,” ungkapnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, korban Moh. Ali Hasan telah melaporkan dugaan ketidakberesan kasus tersebut ke Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas RI, Kapolda Jatim, LPSK RI, Irwasda Polda Jatim, Kabid Propam Polda Jatim.
Hingga kini, korban pengeroyokan yang dijadikan sebagai tersangka belum mendapat surat pemberitahuan penerapan sebagai tersangka.
“Saya belum menerima surat penetapan sebagai tersangka. Atas dasar apa saya ditetapkan sebagai tersangka. Wong saya jadi korban pengeroyokan anak dan orang tua tersebut. Bahkan saya hampir mau mati. Untung pada saat itu dilerai saat bawa celurit,” jelasnya. Jumat, 14/06.
“Dalam BAP keterangan saksi musuh saya ini sangat tidak masuk akal, karen saat kejadian pembantaian terhadap saya tidak ada orang tersebut mana mungkin bisa jadi saksi bahkan menerangkan bahwa kejadiannya di teras padahal yang benar di halaman rumah pelaku,” tambahnya.
Moh. Ali Hasan berharap mendapat keadilan atas kasus yang menimpanya. “Jika korban pengeroyokan yang hampir mati ditempat malah dijadikan sebagai tersangka ini lucu dan hukum terkesan dibuat mainan. Saya mohon keadilan ditegakkan,” tandasnya.
Terkait itu, Praktisi Hukum menduga ada mafia hukum di Polres Sumenep.
“Karena jelas ini sangat tidak profesional. Masak iya korban yang justru babak belur dan berdarah seperti itu dijadikan tersangka. Justru kalau ini dibiarkan akan banyak korban pengeroyokan di tersangkakan. Ini sudah keterlaluan,” ucapnya.
“Ini akan jadi bahan tertawaan masyarakat jika korban pengeroyokan malah ditetapkan tersangka penganiayaan. Kapolres Sumenep sudah tidak beres, harusnya tahu sebab akibat dari suatu permasalahan. Sesuaikan dengan fakta, jangan asal asalan,” tandas A. Effendi.
Sekedar diketahui, kasus ini pun mendapat respon dari berbagai elemen masyarakat. Dalam waktu dekat demo besar -besaran akan digelar di Polres Sumenep.
Berikut kronologis terjadinya pengeroyokan brutal anak dan orang tua terhadap wartawan Sumenep.
Menurut pengakuan korban, penganiayaan yang diduga dilakukan secara bersama sama oleh Abdurrahman dan Maulid itu bermula pada hari Selasa sekira pukul 17.00 wib saat dirinya sedang menggendong bayinya yang masih rewel kemudian ada mobil Suzuki Carry yang melintas didepan rumahnya dengan memblayer mobilnya sebanyak dua kali.
“Saat saya menggendong bayi yang rewel, tiba- tiba ada mobil yang dikendarai Maulid memblayer di depan rumah saya. Kemudian saya menyerahkan anak saya ke istri, dan saya pun mengejar mobil tersebut dengan jarak kurang lebih 500 meter dari rumah dengan tujuan menanyakan apa maksud dan tujuan memblayer mobil,” kata Ali Hasan.
Saat dirinya bertanya kepada terduga pelaku bernama Maulid, langsung dengan congkaknya dijawab arapa’ah ( mau apa), arapa’ah (mau apa).
“Tiba-tiba orang tua maulid yang bernama Abdurrahman langsung berlari ke arah saya dan langsung menendang dada hingga saya terjatuh terjatuh,” tuturnya.
Kaget diserang orang tua Maulid, Ali Hasan kemudian mencoba bangun, namun lagi-lagi dibantai habis habisan oleh anak dan orang tua yang berprofesi sebagai guru ngaji tersebut hingga wajahnya terluka penuh darah.
“Abdurrahman dan Maulid ini menghajar wajah saya hingga luka berdarah di pelipis,” ungkapnya.
Bahkan, tutur Ali Hasan, Maulid nekat mengeluarkan sebilah celurit namun ditahan oleh tetangganya.
“Bahkan saya sempat mau dibunuh pakai celurit untung dilerai orang,” pungkasnya.
Penulis : Redaksi