SAMPANG, Detikzone.id – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sampang bersama Camat Banyuates diduga melaksanakan pelatihan peningkatan kapasitas perangkat desa secara tidak sah di Surabaya pada Minggu, 4 Mei 2024. Ironisnya, peserta yang hadir justru disebut bukan perangkat desa resmi, melainkan individu tanpa Surat Keputusan (SK) yang sah.
Sejumlah perangkat desa di Kecamatan Banyuates meluapkan kekecewaan mereka lantaran tidak diikutsertakan dalam kegiatan yang menyangkut operasional keuangan desa. Seorang bendahara resmi desa yang namanya dirahasiakan menyatakan bahwa dirinya bersama operator desa sah tidak menerima undangan, namun akses mereka terhadap aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) justru dicabut.
“Ini pelanggaran serius. Kami punya SK resmi dari kepala desa, tapi akses Siskeudes justru dialihkan ke orang yang tidak kami kenal legalitasnya. Ini jelas ada permainan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menuding adanya intervensi langsung dari Camat Banyuates dan DPMD Sampang dalam pengalihan akses aplikasi vital tersebut. Para peserta yang dilibatkan dalam pelatihan disebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas, namun mendapatkan akses penuh terhadap sistem pengelolaan keuangan desa.
Bahkan, para perangkat desa yang dirugikan berencana membawa persoalan ini ke Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur. Mereka menilai telah terjadi maladministrasi dan potensi penyalahgunaan wewenang yang dapat berdampak pada pencairan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).
“Kalau yang mencairkan bukan perangkat resmi, maka penggunaan anggaran bisa cacat hukum. Negara bisa dirugikan,” tegasnya.
Menanggapi hal ini, Kepala DPMD Sampang, Darmanto, menyatakan belum dapat memberikan keterangan rinci. Ia mengaku masih menunggu laporan dari Camat Banyuates. “Ada kewenangan bupati yang dilimpahkan ke camat, kami masih tunggu penjelasan resminya,” ucapnya singkat.
Sementara itu, Camat Banyuates, Fajar Sidiq, membenarkan adanya kegiatan di Surabaya. Namun, ia berdalih bahwa pelatihan tersebut hanya ditujukan untuk peningkatan kapasitas Penjabat (Pj) Kepala Desa dan bukan agenda resmi dinas. Saat ditanya mengapa perangkat desa dengan SK sah tidak dilibatkan, Fajar menyatakan bahwa keputusan peserta pelatihan merupakan kebijakan masing-masing Pj Kades.
“Itu keputusan Pj Kades-nya. Kami tidak campur tangan soal siapa yang dibawa,” katanya.
Namun hingga kini, tidak ada informasi resmi mengenai adanya pergantian perangkat desa di wilayah Banyuates. Hal ini memicu dugaan bahwa pelatihan tersebut dilakukan secara sepihak dengan melibatkan “tim bayangan” yang diduga ditugaskan untuk mengelola dana desa tanpa kejelasan dasar hukum.
Kasus ini menambah panjang catatan kritis terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa di Kabupaten Sampang. Masyarakat mendesak agar inspektorat dan aparat penegak hukum segera turun tangan untuk mengusut dugaan penyalahgunaan kewenangan yang berpotensi merugikan negara dan menciderai tata kelola pemerintahan desa.
Penulis : Anam Sakti