Kediri, Detikzone.id – Kepercayaan dua warga Dusun Mantren, Desa Tengger Kidul, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, terhadap kepala desanya sendiri, Imam Sumbaji, berujung kekecewaan.
Mereka mengaku telah menyerahkan sejumlah uang sejak tahun 2019 untuk pengurusan sertifikat hak milik tanah, namun hingga kini tidak ada kejelasan.
Dewi Nur Habibah, salah satu warga yang merasa dirugikan, menjelaskan bahwa ia telah menyerahkan uang sebesar Rp12 juta kepada Imam Sumbaji pada April 2019.
Uang tersebut diberikan untuk pengurusan sertifikat atas tanah miliknya seluas 200 ru.
Hal serupa juga dilakukan oleh Supari, warga lainnya, yang menyerahkan uang sebesar Rp9,5 juta untuk pengurusan sertifikat tanah seluas 50 ru.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut pengakuan Dewi Nur Habibah, inisiatif pengurusan sertifikat ini muncul atas saran langsung dari Imam Sumbaji selaku Kepala Desa Tengger Kidul.
Ia menyampaikan kepada para warga bahwa biaya pengurusan sertifikat melalui jalur notaris maupun melalui dirinya sebagai kepala desa akan sama-sama menghabiskan biaya.
Namun, jika dilakukan melalui dirinya, proses dinilai akan lebih aman dan efisien karena dilakukan secara internal melalui perangkat desa.
“Kami waktu itu berpikir lebih aman lewat pak kades. Karena beliau pejabat resmi, jadi pasti lebih cepat dan terpercaya. Beliau juga yang menyarankan begitu, daripada repot-repot ke notaris dan biaya juga besar, katanya lebih baik lewat beliau saja,” kata Habibah saat ditemui oleh wartawan Detikzone, Selasa (20/5/2025) malam.
Namun, setelah lima tahun berlalu, harapan untuk memiliki sertifikat hak milik tak kunjung terwujud.
Habibah menyatakan bahwa dirinya dan Supari telah beberapa kali menanyakan perkembangan proses tersebut, tetapi tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Bahkan, tidak ada kejelasan sama sekali mengenai keberlanjutan pengurusan tersebut.
“Sampai sekarang belum ada kejelasan. Ditanya, jawabannya tidak jelas. Kadang katanya masih proses, kadang katanya belum bisa diurus. Padahal uang sudah kami serahkan sejak lama,” tambahnya dengan nada kecewa.
Merasa dirugikan dan tidak mendapatkan haknya, Habibah akhirnya memutuskan untuk menyampaikan keluhannya ke media Detikzone, dengan harapan agar permasalahan ini mendapat perhatian dari pihak berwenang dan publik.
Ia berharap ada transparansi serta pertanggungjawaban dari pihak Kepala Desa Tengger Kidul atas uang yang telah disetorkan dan janji-janji yang diberikan.
Warga lainnya, Supari, juga menyampaikan keluhan serupa. Ia mengaku kecewa karena sudah terlalu lama menunggu tanpa kejelasan. Ia menekankan bahwa tanah yang dimilikinya sangat penting bagi masa depan keluarganya, dan sertifikat merupakan dokumen penting yang dibutuhkan untuk kepastian hukum atas tanah tersebut.
“Kami ini rakyat kecil, hanya ingin tanah kami punya kekuatan hukum. Tapi malah seperti ini. Kalau tahu begini, mending dari awal lewat notaris saja,” ujar Supari.
Terpisah, Kepala Desa Tengger Kidul, Drs. Imam Sumbaji, mengakui dan membenarkan terkait tudingan ini, dalam waktu dekat dirinya akan mengembalikan uang milik warganya tersebut.
Menanggapi kasus ini, Ketua Lembaga Aliansi Indonesia Badan Penelitian Aset Negara (LAI-BPAN) Kediri, Didik Eko Prasetio, meminta agar pemerintah mengambil langkah tegas dalam menindaklanjuti keluhan warga. Ia menekankan pentingnya pengawasan dari instansi terkait agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.
“Kami berharap pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD), serta Inspektorat segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus ini. Masyarakat butuh kejelasan dan kepastian hukum. Jangan sampai kepercayaan warga terhadap pemerintah desa rusak hanya karena ulah oknum,” tegas Didik Eko Prasetio.
Kasus ini kini menjadi perhatian warga sekitar, terutama mereka yang pernah atau sedang melakukan proses administrasi serupa melalui pemerintah desa. Warga berharap kasus ini menjadi momentum evaluasi dan reformasi sistem pelayanan publik di tingkat desa agar lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Penulis : Bimo