SURABAYA, Detikzone.id — Kasus dugaan penggelapan dana kompensasi rumpon nelayan senilai Rp 21 miliar yang bersumber dari perusahaan migas asal Malaysia, Petronas, terus bergulir di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur.
Setelah sebelumnya memeriksa Plt Camat Banyuates, Fajar Sidiq, penyidik kini menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur PT Bintang Anugerah Perkasa, perusahaan penerima dana dari PT Elnusa. Namun, direktur bernama Anugerah itu mangkir dari panggilan penyidik.
Hal tersebut diungkapkan kuasa hukum pelapor, Ali Topan, S.H., kepada wartawan, Jumat (31/10/2025).
“Direktur PT Bintang Anugerah Perkasa tidak memenuhi panggilan penyidik Kriminal Umum Polda Jatim. Informasi dari penyidik, surat panggilan telah dikirim secara resmi, namun yang bersangkutan tidak hadir,” ujar Ali Topan.
Menurutnya, penyidik Polda Jatim akan segera menggelar gelar perkara untuk menentukan arah penyelidikan selanjutnya. Selain itu, terlapor berinisial S, yang disebut sebagai penerima langsung transfer dana Rp 21 miliar, juga dua kali mangkir dari panggilan polisi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Terlapor S ini kakak kandung Sekretaris Dinas Perikanan dan Kelautan Sampang. Dana sebesar Rp 21 miliar ditransfer ke rekening pribadinya. Kami menduga kuat uang itu mengalir ke sejumlah pejabat teras di Sampang,” tegas Ali Topan.
Ia menilai kasus ini menunjukkan adanya indikasi keterlibatan oknum pejabat daerah yang memanfaatkan dana kompensasi nelayan untuk kepentingan pribadi.
“Kami mendesak Polda Jatim menuntaskan kasus ini secara transparan. Jangan ada yang ditutupi. Ini menyangkut hak ribuan nelayan yang hingga kini belum menerima sepeser pun uang ganti rugi,” tegasnya.
Upaya konfirmasi media ini kepada Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, belum mendapat tanggapan hingga berita ini diterbitkan. Sebagai informasi, dana kompensasi rumpon nelayan sebesar Rp 21 miliar dari Petronas dicairkan pada tahun 2024 melalui PT Elnusa, kemudian diteruskan ke PT Bintang Anugerah Perkasa, sebelum akhirnya masuk ke rekening pribadi terlapor S.
Hingga saat ini, ribuan nelayan di Kabupaten Sampang belum menerima dana kompensasi yang dijanjikan. Kasus ini pun menjadi sorotan publik karena diduga melibatkan jaringan perusahaan dan pejabat daerah dalam skema penggelapan dana yang seharusnya untuk kesejahteraan nelayan.






